Minggu, 25 November 2012

Makalah Agen Kimia

KARYA TULIS ILMIAH

MAKALAH
“ ASPEK SOSIAL BUDAYA TERHADAP TIMBULNYA PENYAKIT “


OLEH
KELOMPOK 9
KELAS KESMAS A
ALVIANA
70200111011
MUH.ISHAQ HASAN
70200111044
MUH. ISRA’ SURYADI
70200111045


JURUSAN KESEHATAN MASYRAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
     Suatu penyakit timbul akibat dari beroperasinya berbagai faktor baik dari agen, orang atau lingkungan. Karena pada dasarnya, tidak satu pun penyakit yang dapat timbul hanya di sebabkan oleh hanya satu faktor saja, pada umumnya kejadian penyakit di sebabkan oleh berbagai faktor yang secara bersama-sama mendorong terjadinya penyakit.
     Penyebab penyakit sebagai titik awal dari penyebaran dan timbulnya suatu  penyakit merupakan titik fokus dalam pola pikir kita akan hal itu.  Karena penyebab timbulnya penyakit di diri kita pada dasarnya dipengaruhi oleh perilaku sehat baik secara individual maupun secara menyeluruh dari suatu kelompok masyarakat. Perilaku sehat suatu masyarakat meliputi bagaimana masyarakat menjalankan gaya hidup sehat yang merupakan upaya pencegahan/preventif dalam rangka menjaga kesehatan tubuhnya jauh sebelum penyakit atau keadaan sakit itu menimpanya. Perilaku sehat dari seorang individu dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya yang berkembang dalam lingkungan masyarakat tempat ia berada.
B.   Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah ini adalah:
1.    mampu mengetahui definisi agen penyakit dan kaitannya dengan aspe sosial budaya
2.    mampu mengetahui konsep penyakit dalam masyarakat
3.    mampu mengetahui dan mengenal aspek sosial budaya dalam masyarakat yang menimbulkan penyakit
C.   Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan penyakit, agen penyakit dan sosial budaya?
2.      Bagaimanakah konsep terjadinya penyakit dalam masyarakat?
3.      Apakah aspek sosial budaya  dalam masyarakat yang mampu menimbulkan penyakit?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
            Penyakit merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia utamanya pada perilaku dan cara hidup individu  dapat merupakan penyebab bermacam-macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya.
            Perilaku sehat dari seorang individu dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya yang berkembang dalam lingkungan masyarakat tempat ia berada. Definisi perilaku seorang individu tentang kebudayaan memfokuskan pada pola-pola perilaku yang dapat dilihat dalam beberapa kelompok/kelas sosial. Dalam artian kebudayaan muncul dari pola perilaku yang berkaitan dengan adat istiadat atau cara hidup dari kelompok orang-orang tertentu.
            Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Namun secara garis besarnya dalam mindset masyarakat ada 2 konsep penyebab sakit, yaitu: Naturalistik dan Personalistik.
Setiap masyarakat memiliki pola adat istadat, latar belakang pendidikan, dan lapisan-lapisan atau kelas-kelas sosial yang berpengaruh terhadap penentuan penyakit.










BAB III
PEMBAHASAN
A.  Definisi Agen penyakit dan Sosial Budaya
1.        Definisi Penyakit
       Penyakit adalah kegagalan mekanisme adaptasi  suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi atau struktur  dari bagian, organ atau sistem dari tubuh (Gold Medical Dictionery).
·           Menurut KBBI
Penyakit adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya gangguan pada mahluk hidup atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh bakteri, virus atau kelainan sistem faal atau jaringan pada organ tubuh mahluk hidup.
·         Menurut Bauman (1965)
Penyakit adalah istilah medis  yang digambarkan sebagai gangguan dalam fungsi tubuh yang menghasilkan berkurangnya kapasitas.
2.        Definisi Agen Penyakit
       Agen penyakit adalah substansi tertentu yang karena kehadiran atau ketidak hadirannya dapat menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit. Agen penyakit dapat berupa benda hidup atau mati dan faktor mekanis, namun kadang-kadang untuk penyakit tertentu, penyebabnya tidak diketahui seperti pada penyakit ulkus peptikum, penyakit jantung koroner dan lain-lain. Agen penyakit dapat dilklasifikasikan menjadi enam kelompok yaitu:
a.       Agen Biologis
       Virus, bakteri, fungi, riketsia, protozoa dan metazoa.
b.      Agen Nutrisi
       Protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan lainnya.
c.       Agen Fisik
       Panas, radiasi, dingin, kelembaban, tekanan, cahaya dan kebisingan.
d.      Agen Kimiawi
       Dapat bersifat endogen seperti asidosis, diabetes (hiperglikemia), uremia dan bersifat eksogen seperti zat kimia, alergen, gas, debu dan lainnya.
e.       Agen Mekanis
       Gesekan, benturan, pukulan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan pada tubuh host (pejamu).
f.       Agen Sosial Budaya
       Tingkat pendidikan/pengetahuan keluarga, perilaku/kebiasaan masyarakat, adat istiadat, kepercayaan,dan lain-lain.
3.        Definisi Sosial
      Kita harus mengakui bahwa manusia merupakan mahluk sosial karena manusia tidak bisa hidup tanpa berhubungan dengan manusia yang lain bahkan untuk urusan sekecil apapun kita tetap membutuhkan orang lain  untuk membantu kita.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi sosial menurut beberapa ahli:
# LEWIS
Sosial adalah sesuatu yang dicapai, dihasilkan dan ditetapkan dalam interaksi sehari-hari antara warga negara dan pemerintahannya.
#  PAUL ERNEST
Sosial lebih dari sekedar jumlah manusia secara individu karena mereka terlibat dalam berbagai kegiatan bersama
# PHILIP WEXLER
Sosial adalah sifat dasar dari setiap individu manusia
# ENDA M. C
Sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan
# PETER HERMAN
Sosial adalah sesuatu yang dipahami sebagai suatu perbedaan namun tetap merupakan sebagai satu kesatuan
# ENGIN FAHRI. I
Sosial adalah sebuah inti dari bagaimana para individu berhubungan walaupun masih juga diperdebatkan tentang pola berhubungan para individu tersebut.



4.      Definisi Budaya
       Konsep budaya berbeda-beda tergantung siapa yang mendefinisikan konsep tersebut.
Dalam buku-buku pengantar antropologi selalu disebutkan hasil temuan Kroeber & Kluckhon yang mengidentifikasi definisi budaya. Mereka mencatat sekurang-kurangnya terdapat 169 definisi berbeda.
       Salah satu definisi konsep budaya adalah yang dikemukakan Koentjaraningrat (2002) yang mendefinisikannya sebagai seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah proses belajar. Definisi tersebut mendominasi pemikiran dalam kajian-kajian budaya di Indonesia sejak tahun 70an.
       Definisi lainnya diberikan oleh Herskovits, yang mendefinisikan budaya sebagai hasil karya manusia sebagai bagian dari lingkungannya (culture is the human-made part of the environment). Artinya segala sesuatu yang merupakan hasil dari perbuatan manusia, baik hasil itu abstrak maupun nyata, asalkan merupakan proses untuk terlibat dalam lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial, maka bisa disebut budaya.
       Triandis (1994) mencatat sekurangnya ada tiga ciri dari definisi-definisi budaya yang ada, yakni bahwa budaya terbentuk melalui interaksi yang berkesinambungan yang saling mempengaruhi dan terus menerus berubah (adaptive interactions), merupakan sesuatu yang ada pada seluruh kelompok budaya bersangkutan (shared elements) dan dialihkan dari satu waktu ke waktu berikutnya, dari generasi ke generasi (transmitted accross time periods and generations). Van Peursen (1988) menjelaskan bahwa proses pengalihan itu dimungkinkan melalui proses belajar sebab adanya fasilitas bahasa. Tanpa bahasa, proses pengalihan itu tidak akan terjadi.




B.  Konsep Penyakit dalam Masyarakat
       Upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak meskipun kadang –kadang bisa dicegah atau dihindari. Tidak terelakkan apabila kesehatan merupakan tanggung jawab bersama setiap individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, tidaklah sulit dipahami bahwa derajat kesehatan masyarakat di Indonesia belumlah memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kematian bayi dan balita, tingginya angka penduduk yang mengeluh sakit serta status gizi masyarakat yang belum memuaskan. Dalam rangka perbaikan derajat kesehatan maka masyarakat selalu berusaha memperoleh status kesehatan yang lebih baik melalui pelayanan kesehatan masyarakat maupun pelayanan kedokteran.
       Masalah suatu lingkup masyarakat dipengaruhi oleh perilaku sehat baik secara individual maupun secara menyeluruh dari suatu kelompok masyarakat. Perilaku sehat suatu masyarakat meliputi bagaimana masyarakat menjalankan gaya hidup sehat yang merupakan upaya preventif dalam rangka menjaga kesehatan tubuhnya jauh sebelum penyakit atau keadaan sakit itu menimpanya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak meskipun kadang –kadang bisa dicegah atau dihindari. Namun, perilaku sehat dari seorang individu dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya yang berkembang dalam lingkungan masyarakat tempat ia berada.
       Perilaku seorang individu tentang kebudayaan memfokuskan pada pola-pola perilaku yang dapat dilihat dalam beberapa kelompok/kelas sosial. Dalam artian bahwa kebudayaan muncul dari pola perilaku yang berkaitan dengan adat istiadat, tradisi atau cara hidup dari kelompok orang-orang tertentu.
       Masalah kesehatan dapat timbul dari berbagai dimensi lingkungan masyarakat yang bersifat dinamis.
Demikian halnya bila ditinjau dari lingkungan sosial budaya suatu masyarakat, maka dapat dikatakan aspek sosial budaya suatu masyarakat memiliki peran penting pada setiap masalah kesehatan, diantaranya bagaimana konsep sosial budaya dalam memandang teori sakit dan penyakit, tingkah laku sakit, hubungan dokter dan pasien, system medis, perbaikan gizi, perilaku sehat suatu masyarakat dalam upaya menjaga kesehatan tubuhnya dan lain sebagainya. Jadi, dapat dikatakan bahwa suatu masyarakat baik dalam memaknai arti sehat maupun melaksanakan perilaku sehat itu sendiri senantiasa seiring dengan perngaruh aspek-aspek sosial budaya yang berkembang di dalam lingkungannya.
       Sebenarnya penyakit dan cara pengobatannya tidak merupakan proses biologis semata tetapi fakta dimana seseorang menderita sakit. Penyakit apa yang dideritanya dan pengobatan apa yang diterimanya bergantung pada faktor-faktor sosial budaya.
Ackerknecht,dkk, lebih lanjut mengatakan bahwa :
1. Penyakit adalah fakta yang universal didalam kehidupan manusia. Penyakit ini akan timbul pada setiap saat dan setiap tempat.
2. Semua kelompok-kelompok didalam masyarakat mengembangkan metoda untuk mengatasi penyakit yang timbul.
3. Semua kelompok dalam masyarakat mengembangkan kepercayaan, pengetahuan dan persepsi untuk menjelaskan penyakit sesuai dengan kebudayaannya.
       Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.


Foster dan Anderson yang menjelaskan secara universal, suatu penyakit dapat dilihat dari konsep penyebab penyakit, Masyarakat menganut dua konsep penyebab penyakit digolongkan dalam dua sistem sebagai berikut :
1.    Penyebab Personalistik
       Sistem ini menganggap bahwa penyakit disebabkan oleh interaksi /intervensi “agen” yang bisa berupa makhluk supranatural (Dewa, Tuhan) atau makhluk bukan manusia (hantu, roh, nenek moyang, leluhur, setan, jin, guna-guna) serta berupa manusia seperti; tukang tenung, tukang sihir dan sebagainya.
       Orang yang sakit adalah korban hukuman yang ditujukan khusus kepadanya, dengan alasan-alasan yang khusus menyangkut dirinya saja. Menelusuri nilai budaya, misalnya mengenai pengenalan kusta. Kusta telah dikenal oleh etnik Makasar sejak lama.
       Hasil penelitian kualitatif dan kuantitatif atas nilai-nilai budaya di Kabupaten Soppeng, dalam kaitannya dengan penyakit kusta (Kaddala,Bgs.) di masyarakat Bugis menunjukkan bahwa timbul dan diamalkannya secara ketat karena menurut salah seorang tokoh budaya, dalam nasehat perkawinan orang-orang tua di sana, kata kaddala ikut tercakup di dalamnya.
       Disebutkan bahwa bila terjadi pelanggaran melakukan hubungan intim saat istri sedang haid, mereka (kedua mempelai) akan terkutuk dan menderita kusta/kaddala.
       Ide yang bertujuan guna terciptanya moral yang agung di keluarga baru, berkembang menuruti proses komunikasi dalam masyarakat dan menjadi konsep penderita kusta sebagai penanggung dosa. Pengertian penderita sebagai akibat dosa dari ibu-bapak merupakan awal derita.
       Rasa rendah diri penderita dimulai dari rasa rendah diri keluarga yang merasa tercemar bila salah seorang anggota keluarganya menderita kusta. Dituduh berbuat dosa melakukan hubungan intim saat istri sedang haid bagi seorang fanatik Islam dirasakan sebagai beban trauma psikosomatik yang sangat berat.
       Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja.
       Pada penyakit batin tidak ada tanda-tanda di badannya, tetapi bisa diketahui dengan menanyakan pada yang gaib. penyakit dapat dijelaskan melalui sihir, tetapi juga sebagai akibat dosa. Simbol sosial juga dapat merupakan sumber penyakit. Dalam peradaban modern, keterkaitan antara symbol-simbol sosial dan risiko kesehatan sering tampak jelas
       Pada orang yang sehat, gerakannya lincah, kuat bekerja, suhu badan normal, makan dan tidur normal, penglihatan terang, sorot mata cerah, tidak mengeluh lesu, lemah, atau sakit-sakit badan.
 2.   Penyebab Naturalistik
            Penyebab bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh yang dihubungkan dengan individu dan lingkungan sosial, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional (Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang dirasakan. Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah.
Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan  aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat.



C.  Aspek Sosial Budaya dengan Timbulnya Penyakit
            Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacam-macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya.
       Ditinjau dari segi biologis penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia, sedangkan dari segi kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai penyimpangan perilaku dari keadaan sosial yang normatif.
       Banyak hal dalam masyarakat yang memberikan dampak terhadap kesehatan pada diri bahkan ke masyarakat itu sendiri, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1.        Kesehatan Ibu dan Anak
Masih tingginya angka kematian dan kesuburan di Indonesia berkaitan erat dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk, khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah penduduk kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang kurang menunjang dan lain sebagainya.
Aspek sosial budaya yang berdampak pada kesehatan Ibu dan anak adalah sebagai berikut:
a.    Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan terutama pada wanita dewasa yang masih rendah, mempunyai pengaruh besar terhadap masih tingginya angka kematian bayi. Rendahnya tingkat pendidikan dan buta huruf pada wanita menyebabkan ibu-ibu tidak mengetahui tentang perawatan semasa hamil, kelahiran, perawatan bayi dan semasa nifas, tidak mengetahui kapan ia harus datang ke pelayanan kesehatan, kontrol ulang, dan sebagainya.



b.    Adat istiadat
Kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan perilaku masyarakat sering kali merupakan penghalang atau penghambat terciptanya pola hidup sehat di masyarakat. Perilaku, kebiasaan, dan adat istiadat yang merugikan seperti misalnya:
·         Ibu hamil dilarang tidur siang karena takut bayinya besar dan akan sulit melahirkan,
·         Ibu menyusui dilarang makan makanan yang manis, misalnya: ikan, telur,
·         Ibu habis melahirkan dilarang tidur siang,
·         Bayi berusia 1 minggu sudah boleh diberikan nasi atau pisang agar mekoniumnya cepat keluar,
·         Ibu harus tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk karena takut darah kotor naik ke mata,
·         Ibu yang mengalami kesulitan dalam melahirkan, rambutnya harus diuraikan dan persalinan yang dilakukan di lantai, diharapkan ibu dapat dengan mudah melahirkan.
·         Bayi baru lahir yang sedang tidur harus ditemani dengan benda-benda tajam.
c.    Kepercayaan kepada petugas kesehatan dan lokasi pelayanan kesehatan
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada terhadap petugas kesehatan, dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun.
Petugas kesehatan pemerintah dianggap sebagai orang baru yang tidak mengenal masyarakat di wilayahnya dan tidak mempunyia kharismatik.
Selain faktor tersebut, rendahnya kunjungan masyarakat ke pelayanan kesehatan dikarenakan jauhnya lokasi pelayanan kesehatan dengan rumah penduduk sehingga walaupun masyarakat sudah mempunyai kemauan memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan, namun karena jauh ia harus segera mendapatka pertolongan, akhirnya ia berobat ke dukun yang dekat lokasinya.
2.        Keluarga Berencana
Pada umumnya, masalah-masalah yang berkaitan dengan fertilitas dan laju pertumbuhan penduduk disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang bersifat kaku. Mereka masih mempunyai pendapatan bahwa anak adalah sumber rezeki, atau banyak anak banyak rezeki. Anak adalah tumpuan di hari tuanya.
       Selain itu, faktor agama juga sangat menentukan keberhasilan pengendalian penduduk. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya menggunakan agama sebagai pandangan hidup, misalnya islam, nasrani, mereka akan menentang program pengendalian penduduk berupa penggunaan alat kontrasepsi.
       Mereka menganggap bahwa dengan menggunakan alat kontrasepsi, berarti membunuh anak yang telah dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Keadaan-keadaan ini merupakan tantangan bagi pelaksana program Keluarga Berencana.
       Ada beberapa hal bahwa ada aspek-aspek tertentu terhadap kaitannya Keluarga Bencana:
·         Besarnya Keluarga
Didalam keluarga besar dan miskin, anak-anak dapat menderita oleh karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang.
·           Struktur Keluarga
Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan (seperti penyakit menular dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu keluarga besar karena besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal berdesak-desakan didalam rumah yang luasnya terbatas hingga memudahkan penularan penyakit menular di kalangan anggota-anggotanya; karena persediaan harus digunakan untuk anggota keluarga yang besar maka mungkin pula tidak dapat membeli cukup makanan yang bernilai gizi cukup atau tidak dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia dan sebagainya.


·           Paritas
Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam hubungan kesehatan si ibu maupun anak. Dikatakan umpamanya bahwa terdapat kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari yang berparitas tinggi, terdapat asosiasi antara tingkat paritas dan penyakit-penyakit tertentu seperti asma bronchiale, ulkus peptikum, pilorik stenosis dan seterusnya. Tapi kesemuanya masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
3.         Gizi
       Jika kita berbicara tentang gizi, maka yang terpikir oleh kita adalah semua makanan yang kita makan. Ditinjau dari aspek sosial budaya, Koentjaraningrat menyebutkan bahwa makanan yang kita makan dapat dibedakan menjadi dua konsep, yaitu nutrimen dan makanan.
Nutrimen adalah suatu konsep biokimia yang berarti zat-zat dalam makanan yang menyebabkan bahwa individu yang memakannya dapat hidup dan berada dalam kondisi kesehatan yang baik. Makanan dikatakan sebagai suatu konsep kebudayaan, yaitu merupakan bahan-bahan yang telah diterima dan diolah secara budaya untuk dimakan, sesudah melalui proses penyiapan dan penyuguhan yang juga secara budaya, agar dapat hidup dan berada dalam kondisi kesehatan yang baik.
       Status gizi tiap individu sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, contohnya adalah sebagai berikut:
a.    Kebiasaan Makan
Kesukaan makan seseorang sangat dipengaruhi oleh kebiasaan makannya sejak kanak-kanak. Keluarga dalam hal ini sangat menentukan kesukaan anak terhadap makanan tertentu. Makanan sebagai salah satu aspek kebudayaan sering ditentukan oleh keadaan lingkungan, misalnya wilayah yang sebagian besar memiliki pohon kelapa, maka jenis makanan yang dimakan banyak yang menggunakan santan atau kelapa, sedangkan wilayah yang sebagian besar terdiri dari perkebunan, jenis dan komposisi makanan banyak yang terbuat dari sayur-sayuran atau dikenal dengan lalapan.
Rasa makanan yang disukai oleh suatu masyarakat umumnya bervariasi. Ada sekelompok masyarakat yang menyukai makanan yang rasanya pedas, manis, asin, dan sebagainya.
Kelompok masyarakat yang menyukai makanan yang rasanya manis dapat ditemukan di daerah-daerah di Pulau Jawa, sedangkan makanan yang rasanya pedas dapat ditemukan di daerah-daerah Sumatera dan Sulawesi. Sehingga sering kali masyarakat tertentu yang datang ke suatu wilayah yang berbeda dengan jenis makanan yang biasa ia makan, ia perlu mengadakan penyesuaian terhadap makanan tersebut. Perlu diperhatikan bahwa tidak mudah bagi seseorang untuk mengganti makanan yang biasa ia makan dengan jenis makanan yang baru ia kenal. Distribusi makanan dalam keluarga tidaklah sama dengan keluarga lain. Ada aturan-aturan tertentu yang harus dipenuhi oleh anggota keluarga.
       Seorang ayah yang dianggap sebagai pencari nafkah keluarga, harus diberikan makanan yang ‘lebih’ dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya. Kata lebih yang dimaksud meliputi kualitas, kuantitas, dan frekuensi makan. Ibu hamil tidak bisa makan dengan sebebasnya, tapi mempunyai keterbatasan tertentu, ada makanan-makanan tertentu yang tidak boleh dimakan oleh ibu hamil. Tamu dianggap sebagai raja, sehingga diberikan makanan yang tidak biasanya. Anak mempunyai makanan khusus seperti bubur nasi dan sebagainya. Sedangkan pembantu rumah tangga bisasnya diberikan makanan yang rendah kualitasnya.
b.    Persepsi masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan
Masalah kekurangan gizi bukan saja disebabkan oleh faktor sosial-ekonomi masyarakat, namun berkaitan pula dengan faktor sosial-budaya masyarakat setempat. Seperti misalnya persepsi masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan masih belum sesuai. Menurut mereka, yang disebut dengan makan adalah makan sampai kenyang, tanpa memperhatikan jenis, komposisi, dan mutu makanan, pendistribusian makanan dalam keluarga tidak berdasarkan kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan anggota keluarga, namun berdasarkan pantangan-pantangan yang harus diikuti oleh kelompok khusus, misalnya ibu hamil, bayi, balita, dan sebagianya.
c.    Pengetahuan keluarga
Di samping hal tersebut, pengetahuan keluarga khususnya ibu memegang peranan yang cukup penting dalam pemenuhan gizi keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang makanan yang mengandung nilai gizi tinggi, cara pengolahan, cara penyajian makanan, dan variasi makanan yang dapat menimbulkan selera makan anggota keluarganya, sangat berpengaruh dalam status gizi keluarga. Oleh karena itu, ibu lah sasaran utama dalam usaha-usaha perbaikan gizi keluarga.
Masalah kelebihan gizi, umumnya diderita oleh sekelompok masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang cukup, disamping faktor pola makan terhadap jenis makanan tertentu, juga ditentukan oleh faktor hereditas.
Dalam kaitannya dalam kesehatan ibu dan anak serta kesehatan masyarakat, masalah gizi mempunyai pengaruh terhadap timbulnya penyakit-penyakit, misalnya anemia, diabetes melitus, perdarahan, infeksi, dan sebagainya.
4.    Penyakit yang ditimbulkan oleh perbedaan kelas sosial
Kelas sosial adalah variabel yang sering pula dilihat hubungannya dengan angka kesakitan atau kematian, variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang. Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan banyak contoh ditentukan pula oleh tempat tinggal. Karena hal-hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan maka tidaklah mengherankan apabila kita melihat perbedaan-perbedaan dalam angka kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial.
Beberapa tingkatan kehidupan kelas sosial di dalam masyarakat, sebagai berikut:
a.    Tingkat pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka makin semakin tinggi tingkat status kesehatan seseorang.
Pada status tingkat sosial yang rendah mereka berpendapat mereka dikatakan sakit jika mereka benar-benar tdak dapat bangun dari tempat tidur.
       Padahal pendapat itu sangatlah salah dikarenakan tidak semua penyakit yang diderita oleh seseorang gejalanya langsung diderita pada pasien dan tidak semua penyakit memiliki gejala yang tidak secara bertahap. Sehingga orang memiliki tingkat sosial yang lebih rendah tidak memperhatikan kesehatan mereka. Faktor lain yang mempengaruhi adalah karena mereka selalu memikirkan material untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari pada kesehatan. Pada tingkat sosial ini mereka akan datang kepada dukun, orang pintar,dll ketika mereka mengalami sakit. Mereka tidak akan datang ke tenaga medis. Pendapat masyarakat seperti ini akan mengakibatkan tingkat resiko kecacatan permanen bahkan kematian akan meningkat.
Status kesehatan pada tingkat sosial yang sedang mereka memperhatikan kesehatan walaupun tidak melakukan secara berkala, seperti tidak melakukan check up. Namun jika dia mengalami sakit dia menuju ke tenaga medis.
Karena pada tingkat sosial ini mereka memiliki pendidikan yang lebih tinggi daripada tingkat sosial yang lebih rendah. Perilaku masyarakat pada tingkat sosial sedang mampu mengurangi resiko kecacatan permanen dari suatu penyakit. 
Status kesehatan pada tingkat sosial tinggi, lebih memperhatikan kesehatan. Mereka melakukan pemeriksaan secara berkala. Seperti melakukan pemeriksaan kesehatan selama enam bulan sekali. Seperti halnya pada pemeriksaan gigi. Proses preventif/pencegahan menjadi langkah masyarakat pada tingkat sosial tinggi, sehingga penyakit dapat dicegah dengan demikian maka status kesehatan akan meningkat.
b.    Pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan didalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan yakni:
a.         Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan dan sebagainya.
b.         Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang telah dikenal sebagai faktor yang berperan pada timbulnya hipertensi, ulkus lambung).
c.         Ada tidaknya “gerak badan” didalam pekerjaan; di Amerika Serikat ditunjukkan bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di kalangan mereka yang mempunyai pekerjaan dimana kurang adanya “gerak badan”.
d.        Karena berkerumun di satu tempat yang relatif sempit maka dapat terjadi proses penularan penyakit antara para pekerja. Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan pekerjaan di tambang.
Contoh penyakit-penyakit di masyarakat indonesia terkait dengan pekerjaan adalah:
l  Pengrajin: sesak nafas, kulit, perlukaan
l  Penjual makanan: perlukaan (luka bakar, potong), kecelakaaan kerja
l  Buruh Gendhong: kurang gizi, tedun
l  Pramuniaga: stres, varises, kurang gizi
l  PSK, Anak Jalanan: Penyakit kelamin, HIV/AIDS, Hepatitis, Infeksi rongga mulut
l  Pertanian: keracunan pestisida (racun hama)
l  Tenaga Kerja Wanita ( TKW ): stres, depresi, cacat
Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak dikerjakan di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kanker.Jenis pekerjaan apa saja yang hendak dipelajari hubungannya dengan suatu penyakit dapat pula memperhitungkan pengaruh variabel umur dan jenis kelamin.




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
       Adapun yang dapat disimpulkan dari makalah ini yang berjudul “Aspek Sosial Budaya Masyarakat terhadap Timbulnya Penyakit” yaitu :
1.        Penyakit adalah timbul gangguan pada fungsi atau struktur  dari dari tubuh
2.        Agen Penyakit adalah substansi tertentu yang dapat menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit.
3.        Sosial budaya adalah sifat dasar dari setiap individu manusia baik pikiran,  karya, dan hasil karya manusia.
4.        Masyarakat menganut dua konsep penyebab sakit digolongkan dalam dua sistem yaitu : penyebab personalistik dan penyebab naturalistik
5.        Banyak hal dalam masyarakat yang memberikan dampak terhadap kesehatan pada diri individu bahkan ke masyarakat itu sendiri tergantung dari kehidupan sosial budaya yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut,seperti:
·         tingkat pendidikan/pengetahuan keluarga,
·         pekerjaan,
·         perilaku/kebiasaan masyarakat,
·         adat istiadat,
·         kepercayaan kepada petugas kesehatan dan lokasi pelayanan kesehatan.
B. Saran
1.      Promosi kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan di masyarakat haruslah memperhatikan pengaruh-pengaruh aspek-aspek sosial budaya dalam perubahan perilaku sehat masyarakat.
2.      Kehidupan masyarakat yang majemuk dan memiliki tingkatan sosial budaya yang berbeda menjadi masalah dalam tercapainya status kesehatan yang baik. Olehnya itu, kerjasama seluruh pihak utamanya masyarakat mesti sangat diperlukan demi tercapainya masyarakat yang sehat.

Referensi
http://a.m.darajat.co.id diakses tanggal 16 maret 2012
http://epidemiolog.wordpress.com/2008/12/01/32/ diaksses tanggal 16 maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar